Beranda News RUU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Ditolak Keras, Jurnalis Bogor Gelar Aksi...

RUU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Ditolak Keras, Jurnalis Bogor Gelar Aksi Tearikal

Belasan jurnalis se-Kabupaten dan Kota Bogor, Jawa Barat, menggelar aksi teatrikal menolak RUU Penyiaran di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Minggu, 26 Mei 2024.
Belasan jurnalis se-Kabupaten dan Kota Bogor, Jawa Barat, menggelar aksi teatrikal menolak RUU Penyiaran di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Minggu, 26 Mei 2024.

NarasiTime.id – Rancangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ditolak keras oleh banyak lapisan masyarakat, termasuk oleh Jurnalis se-Bogor, Jawa Barat.

belasan jurnalis perwakilan wartawan se-Kabupaten Bogor dan Kota Bogor yang terwadahi dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar aksi menolak RUU Penyiaran di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, pada Minggu (26/5/2024).

Aksi demo juga mengkritisi DPR RI agar menolak RUU Penyiaran. Mereka membentangkan pamflet berisi tulisan “Tolak RUU Penyiaran”, “Suara Pers Suara Rakyat”, “Jangan Bungkam Kebebasan Pers”.

Semua mulut wartawan juga ditutup plester sebagai simbol pembungkaman terhadap kebebasan jurnalisme.

Baca Juga :  DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BOGOR
Belasan jurnalis se-Kabupaten dan Kota Bogor, Jawa Barat, menggelar aksi teatrikal menolak RUU Penyiaran di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Minggu, 26 Mei 2024.
Belasan jurnalis se-Kabupaten dan Kota Bogor, Jawa Barat, menggelar aksi teatrikal menolak RUU Penyiaran di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Minggu, 26 Mei 2024.

Hadir juga aksi teatrikal yang diperanskan oleh seorang peserta aksi mengenakan kostum badut dengan membawa pamflet yang menggambarkan dirinya anggota DPR lalu beraksi merampas kamera wartawan yang sedang bertugas melakukan peliputan.

Cekcok dan keributan pun tak dapat dihindarkan antara wartawan dan ‘Anggota DPR’ tersebut. Mulut wartawan lantas dibungkam oleh si ‘DPR’.

Pembelengguan kebebasan pers juga digambarkan dengan simbol perampasan ID Card milik wartawan oleh DPR.

Pada akhir sesi teatrikal, sebagai bentuk gugurnya kebebasan pers disimbolkan pula dengan tabur bunga terhadap belasan ID Card wartawan.

Aksi teatrikal penolakan RUU Penyiaran ini menjadi perhatian para pengendara roda dua maupun roda empat baik dari arah Jakarta menuju Puncak maupun sebaliknya.

Baca Juga :  Akun FB Icha Shakilla Diduga Dibajak, Suruh Mama Muda di Tangsel dan Kabupaten Bogor Cabuli Anak Kandung

Aparat kepolisian dari Polsek Ciawi maupun Polres Bogor mengawal ketat selama berlangsungnya aksi. Kendati demikian, aksi berlangsung aman terkendali dan tidak mengganggu arus lalu lintas di kawasan Puncak.

Ketua IJTI Korda Bogor Raya, Niko Zulfikar, mengatakan, aksi teatrikal art secara damai ini guna menyampaikan pesan bahwa semua jurnalis dari berbagai komunitas maupun organisasi menolah RUU Penyiaran karena membungkam kebebasan pers.

“Pembungkaman oleh DPR ini telah mematikan produktivitas dan kreativitas jurnalis. Draf RUU Penyiaran disusun tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers,” tegasnya.

Tiga Sikap Jurnalis Bogor

Berikut sikap IJTI Korda Bogor Raya terkait rencana Revisi UU Penyiaran:

Baca Juga :  Gak Ada Takutnya, 4 Juru Parkir di Tangsel Keroyok Seorang Polisi

1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.

2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta publik.

3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform .

“Mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik sesuai UU Pers, itu sah-sah saja. Tidak menyalahi aturan,” kata Niko.

<< SebelumnyaPegi Setiawan: Saya Tidak Pernah Melakukan Pembunuhan Itu, Saya Rela Mati
Selanjutnya >>Mantan Diplomat Kemenlu Jadi Korban Mafia Tanah, Tempuh Jalur Perdata dan Pidana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini